Tuesday, May 31, 2016

Flirt With Death

flirt-with-death | Jasa Penerjemah: Inggris-Belanda-Melayu ke Indonesia

We can stop being polite. During the 72-hour “notice period” given to the condemned men, Peter Morrissey, one of the lawyers for Andrew Chan and Myuran Sukumaran, said.

Flirt With Death


Two Australians Gunned Down

Andrew Chan, left, and Myuran Sukumaran, were gunned down by an Indonesian firing squad in the early hours of Wednesday morning. Photograph: Firdia Lisnawati, File/AP Tuesday 28 April 2015 23.06 BSTLast modified on Wednesday 29 April 201501.07 BST


Australia merasa warganya yang dua ini tidak pantas mendapat hukuman mati. Negara kanguru itu menyebut nyebut dan mengkaitkan bantuan kemanusiaannya pada Indonesia ketika Tsunami memporak porandakan Acheh. Negara tetangga itu menganggap Indonesia sudah keterlaluan, karena tidak mengingat jasa mereka. Pak Abott ini dikecam PBB karena mempraktekkan kebijakannya " memutar balikkan perahu pencari suaka yang penuh dengan anak-anak dan wanita" yang dianggapnya manusiawi, sementara menghukum mati penyeludup narkoba 'penghancur generasi Bangsa' dianggapnya kejam sekali.

ENGLISH
Everyone was so polite. Not because they are naturally well-mannered, but because of a pragmatic judgment that to be “respectful” to Indonesia as a sovereign nation, respectful towards its judicial system, respectful to its political leaders, was the best way – the only way – to save two Australians from being taken out in the middle of the night and shot dead. Now that has happened and we can stop being polite. During the 72-hour “notice period” given to the condemned men, Peter Morrissey, one of the lawyers for Andrew Chan and Myuran Sukumaran, said the “whole approach has been to try to be polite, try to engage. If we try arm-twisting [the Indonesian government] we lose. Pressure will result in death.”

INDONESIAN
Semua orang sangat sopan. Bukan karena mereka secara alami sopan, tetapi karena keputusan pragmatis untuk "menghormati" Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, menghormati sistem peradilannya, hormat kepada para pemimpin politiknya, adalah cara yang terbaik - satu-satunya cara - untuk menyelamatkan dua warga Australia dari penjemputan tengah malam dan ditembak mati. Sekarang telah terjadi dan kita bisa berhenti bersikap sopan. Selama 72 jam "periode pemberitahuan" yang diberikan kepada orang-orang yang terhukum. Peter Morrissey, salah satu pengacara untuk Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, mengatakan "sudah mencoba segala cara pendekatan untuk bersikap sopan, mencoba untuk ikut terlibat. Jika kita mencoba menekan [pemerintah Indonesia] kita kalah. Tekanan akan mengakibatkan kematian

DUTCH
Iedereen was zo beleefd. Niet omdat ze van nature goed gemanierd, maar als gevolg van een pragmatische oordeel dat voor "respect" naar Indonesië als een soevereine natie, met eerbied voor zijn gerechtelijk systeem, respectvol naar de politieke leiders te zijn, was de beste manier - de enige manier - om sparen twee Australiërs uit wordt uitgevoerd in het midden van de nacht genomen en doodgeschoten. Nu dat is gebeurd en we kunnen stoppen beleefd zijn. Tijdens de 72-hour "opzegperiode" gegeven aan de veroordeelde mannen, Peter Morrissey, een van de advocaten van Andrew Chan en Myuran Sukumaran, zei dat de "hele benadering is geweest te proberen om beleefd te zijn, probeer dan om deel te nemen. Als we proberen arm-draaien [de Indonesische regering] verliezen wij. Druk zal leiden tot de dood

ENGLISH
The Australian government performed the same dance. Apart from a cringeworthy moment from Tony Abbott when he asked Indonesia to “reciprocate” for Australia’s generosity after the 2004 tsunami by sparing the men, public pronouncements have been restrained. Not deferential, exactly, but careful to avoid criticism for fear it would be counterproductive. There was never a guarantee that pleas for mercy would work, of course, and they didn’t. Just after midnight, Sukumaran, 34, and Chan, 31, were gunned down by firing squad on the prison island of Nusa Kambangan. Six other people were also shot in this “batch”, as it’s known, including five more foreign citizens.

INDONESIAN
Pemerintah Australia melakukan tarian yang sama. Terlepas dari saat-saat memalukan dari Tony Abbott, ketika dia meminta Indonesia untuk "membalas" atas kemurahan hati Australia setelah tsunami 2004 dengan memaafkan pria-pria itu, pernyataan publik sudah terkendali. Tidak hormat, tepatnya, tapi hati-hati demi menghindari kritik karena takut akan jadi kontraproduktif. Tidak pernah ada jaminan kalau permohonan belas kasihan akan berhasil, tentu saja, dan tidak berhasil. Tepat setelah tengah malam, Sukumaran, 34, dan Chan, 31, ditembak mati oleh regu tembak di Penjara Pulau Nusa Kambangan. Enam orang yang lainnya juga ditembak dalam "kelompok ini", seperti yang diketahui, termasuk lima lagi warga negara asing.

DUTCH
De Australische overheid voerde de zelfde dans. Afgezien van een beschamende moment van Tony Abbott, toen hij Indonesia gevraagd om "basis van wederkerigheid" voor de vrijgevigheid van Australië na de tsunami in 2004 door het sparen van de mannen, zijn publieke uitspraken zijn terughoudend. Niet eerbiedige, precies, maar een zorgvuldige kritiek uit angst te vermijden het zou contraproductief zijn. Er was nooit een garantie dat de middelen om genade zouden werken, natuurlijk, en dat deden ze niet. Net na het middernacht, Sukumaran, 34, en Chan, 31, werden neergeschoten door een vuurpeloton op de gevangenis eiland Kambangan. Zes andere mensen werden doodgeschoten in deze "partij", zoals het bekend is, met inbegrip van vijf buitenlandse burgers.


Who were the eight people executed by Indonesia?

Dead fenalty for drug offence

Delapan orang orang yang akan di tembak mati, sesungguhnya menyadari apa yang mereka lakukan akan mendapat ganjaran. Kalau mereka berhasil, maka mereka mendapat ganjaran, "keuntungan", dan apabila mereka tertangkap, mereka juga mendapat ganjaran, "kematian" jadi apa yang dihebohkan Negara Negara itu? Kelihatanya Indonesia memang dianggap remeh oleh kebanyakan Negara asing. Ini semua, tidak lain, tidak bukan adalah akibat perilaku pengelola Negara ini. Banyaknya kasus kasus korupsi yang dilakukan para pengelola Negara, sungguh menjadi satu modal bagi Negara asing, untuk dengan mudahnya; tanpa segan segan mencampuri urusan penegakan hukum di Negara tercinta ini. Sesungguhnya, para koruptor koruptor itu, mereka tidak lain hanya memikirkan diri dan kelompok mereka sendiri.Apakah mereka pernah memikirkan jati diri Bangsa ini ?

0 comments: